Bagus aja..:)
"someone great"
by LCD Soundsystem
"however far you go, you will never find the boundaries of the soul" -Heraclitus-
|
Jauh sekali semua keinginan itu, bertumpuk-tumpuk dan saling berdesakan di relung-relung otak meminta untuk diperhatikan. Dan seringkali kita terlalu berambisius untuk memilih salah satu yang menurut kita paling ideal padahal itu masihlah sangat kabur dan jauuuuuuh sekali letaknya dan harus melalui jalan panjang yang naik turun terlebih dahulu.
Saat pikiran terlalu dipenuhi oleh keinginan kabur itu kita seringkali lupa tentang kewajiban yang ada di depan mata, kewajiban yang musti kita lewati sebagai batu pijakan untuk menuju keinginan-keinginan lain karena itulah mata rantainya, saling menyambung dan saling mendukung. Satu persatu diulur mulai dari pangkalnya terlebih dahulu untuk menuju ujungnya.
Tetapi apapun itu, yang namanya kewajiban pasti menjadi hal yang menyebalkan kalau kita tak melakukannya dengan hati, ini seringkali membuat semua menjadi tertunda dan terbengkalai. Padahal kewajiban inilah pangkal dari segalanya yang akan membawa kita perlahan menuju ujung.
Saat berhadapan dengan kewajiban, jangan pernah menggantungkan pada mood atau suasana hati saja, karena inilah sumber kemalasan sebenarnya. Mood itu tidak bisa diprediksi, mood itu hal menyebalkan yang membuat kita pelan sekali untuk berjalan. Mood itu brengsek.
Saat sudah seperti ini yang diperlukan sebenarnya adalah sebuah kedisiplinan, sikap tegas yang akan menuntun untuk bisa mengalahkan rasa sebal itu. Dari disiplin inilah muncul sikap mau nggak mau, dan akhirnya kita pun harus rela bertarung untuk bisa mengerjakan kewajiban itu.
Dan sialnya sekarang aku punya kewajiban, yang mau nggak mau harus dilakukan dengan disiplin saat mood jelek.
Pfuiiih.
Desing peluru, bau mesiu, dentuman bom berkekuatan dahsyat, rentetan tembakan. Semua itu terjadi di depan mata, sebuah drama menyedihkan tentang agresi
Wanita tertembak, anak-anak terhantam pecahan bom, warga sipil meregang dalam kepedihan. Ah sungguh menyebalkan membayangkannya.
Inilah kekejaman terkini abad 21, perang yang terjadi tanpa terusik oleh aturan-aturan internasional dan beragam piagam perdamaian. Perang ini terus melenggang dalam dunia yang diam.
Dan kita hanya melihatnya tanpa bisa berbuat apapun, beruntunglah ada relawan dari
Aku hanya bisa memohon, entah ke siapa, ke Tuhan mungkin, tolong hentikan bom dan peluru untuk melukai orang lain. Aku benci.
Aku mendongak, berdoa tentang sebuah keinginan.
Matahari tampak sendu karena mendung yang menggelayut di awan, aku berpikir kapan mendung itu akan hilang.
Karena ini yang membuat hatiku terasa sepi.
Aku mencintai sinar matahari yang terang, yang seluruh warnanya muncul dalam keindahannya.
Tapi aku tak menginginkan panas terik yang membuat emosi tercampur aduk dan menghilangkan kejernihan berpikir.
Aku rindu suasana damai.
Itu membuatku tenang.
Aku tak butuh perang dan permusuhan, karena inilah puncak ketidakberdayaan manusia.
Aku ingin bertahan, dalam keinginan-keinginan yang sebenarnya, bukan karena emosi yang memuncak dalam ketidak tahuan tentang apapun.
Aku ingin berjalan dalam keinginanku, secara sadar melakukannya.
Untuk hidupku, untuk mimpiku.
Waktu berlalu, tahun telah berganti, mimpi yang lalu berganti mimpi baru.
Sebuah perjalanan yang terpenggal karena berbagai hambatan kini mulai terbuka, semak-semaknya bisa terpangkas habis.
Jika teriakan kemarin adalah tentang keputusasaan yang membabibuta, kini teriakan itu haruslah menjadi teriakan kemenangan karena telah berhasil melewati kekhawatiran.
Siapa bilang mimpi adalah asa kosong bagai para pemurung yang menghabiskan waktu di dunia sempitnya.
Mimpilah yang membuat dunia berubah, mimpilah yang telah menunjukkan keperkasaan para pelaut untuk bisa menaklukkan ombak besar dan menciptakan peradaban baru yang mengukir wajah dunia sekarang ini.
Mimpi jugalah yang membuat ribuan karya musik tercipta dan menjadi inspirasi banyak orang untuk bisa mengekpresikan perasaannya.
Tapi mimpi tanpa tindakan hanyalah menjadi omong kosong, dan inilah yang telah menjerumuskan banyak orang dalam lamunannya. Terkapar dalam bayangannya sendiri dan semakin membenamkannya pada kebencian terhadap apapun yang terjadi di dunia luar.
Inilah kepahitan sesungguhnya.
Kepahitan yang muncul karena ketidakmampuannya mewujudkan keinginan. Kepahitan yang hadir karena tindakan salahnya mengambil keputusan untuk menyerah pada keadaan dan membiarkan mimpi-mimpinya hilang menguap dibawa angin malam yang pekat.