Thursday, October 19, 2006

Mudik yuk mudik

udah hampir setahun neh gak pernah pulang ke kampung halaman
terakhir ya pas Idul Fitri tahun lalu,..duh udah mulai sombong neh
gara-gara sok kebanyakan urusan apa emang udah mulai gak mikir rumah yah
duhh jangan sampai deh.
Sekali-kalinya punya kesempatan keluar kota malah pergi ke Yogya atau Bali

besok Sabtu mudik aaaahhhh, mo lebaran dan liburan di kampung
kangen ama Sawah, Kebo ama Suling hehehhe
buat semuanya Met Idul Fitri
Moga-moga Idul Fitri ini bisa menjadi sesuatu yah

Saturday, October 14, 2006

Menjalani Jalan.

Selama ini saya begitu percaya takdir dan suratan nasib, bahwa jalan hidup seseorang adalah Tuhan yang mengatur, semua yang saya lakukan adalah hanya menjalankan apa yang Tuhan kehendaki.
Saya di sekolah anu, ketemu cewek itu, di-D.O ini, jatuh dari motor inu, sampai pada kerja ini-kerja itu; hanyalah jalan yang Tuhan berikan.
Saya hanya mengikuti saja arus tersebut, mengapung dan terseret tanpa sedikitpun berenang.

Ternyata saya salah mengartikannya. Saya menjadi terlalu manja. saya menjadi ketergantungan kepada Dzat Maha Agung tersebut, menimpakan semua kenikmatan dan kesalahan hanyalah pada Dia.
Melupakan kebesaran kekuatan-Nya, bahwa Dia menciptakan saya dengan sempurna.

Tuesday, October 10, 2006

Lautan Bagi Saya

Apa yang kalian rasakan ketika melihat laut dengan pemandangan pantai dan ombak di kejauhan mata memandang; nyaman, tenang, indah atau bahkan mengerikan dan penuh bencana.
Kalau saya bisa berpendapat tentang laut adalah tentang Misteri; sebuah fenomena dan keajaiban alam yang begitu luas, yang belum bisa terkuak sampai sekarang.

Laut telah mendominasi sebagian besar bagian bumi yang menjadi penghubung antara berbagai bangsa dan ras berbeda dari makhluk yang mendiami daratan. Bersyukurlah Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya adalah terdiri dari lautan, sehingga konon ceritanya pada masa lalu Indonesia terkenal akan pelaut-pelautnya yang tangguh.
Tetapi yang membuat heran kenapa saya melihatnya negara maritim ini malah terkesan menyia-nyiakan lautnya, menomorduakan potensi kekayaan laut, cenderung mengeksploitasi habis-habisan kekayaan daratnya.
Apakah ini karena ketidak mampuan untuk mengeksplorasi laut atau sesimple tidak tertarik akan potensinya?
Ataukah juga karena begitu banyak cerita horor mengenai laut yang terlanjur melegenda sehingga membuat banyak orang Indonesia mengurungkan niat ketika hendak memanfaatkan kekayaannya.
Entahlah,...

Saya hanya berharap pada waktunya nanti kharisma laut terutama laut Indonesia akan bersinar lagi dan membuat banyak orang berpikir untuk tidak hanya berkutat akan kompetisi dan ekploitasi di daratan.

Monday, October 09, 2006

Saya dan Wayang

Saat masa kanak-kanak adalah saat seseorang begitu penuh akan fantasi-fantasi fiksi yang mempengaruhi imajinasinya, bermain dengan boneka dan mobil kesayangan ataupun dengan alam diperlukan sebagai tempat untuk berekspresi, tindakannya didasarkan atas keinginan spontan yang muncul saat itu juga tanpa perlu berprasangka dan bertendensi apapun.
Pada saat kanak-kanak itu pulalah banyak pengalaman yang di alami terekam dalam memori secara tanpa sadar dan menjadi kenangan saat dewasa kelak.
Kalau ada satu pertanyaan kepada saya tentang pengalaman apa yang menjadi kenangan pada masa kanak-kanak dan tidak bisa saya lupakan tentu saja saya akan menjawab satu kata yaitu WAYANG.
Ya, Wayang sebuah kesenian tradisional Jawa yang tidak bisa terlepas dari kesan sakral dan mistik.

Pertama kali menonton wayang adalah saat saya berumur 7 tahunan saat masih diasuh oleh Bapa Tori ( Bapa Tori ini jugalah yang mengajari saya untuk memilih bagian katak sebelah mana yang dagingnya paling enak dan empuk).
Tontonan wayang semalam suntuk tersebut diadakan di lapangan dekat rumah tempat saya menginap.
Saya begitu kagum dengan penampilan sang dalang dalam memainkan jari-jemarinya untuk menghidupkan karakter dari sosok wayang; ksatria Pandhawa begitu terlihat kegagahannya, Kuru Kurawa terlihat keculasannya, bahkan saya bisa merasakan kebohongan-kebohongan Pandita Durna yang telah terlanjur dihormati oleh para Pandhawa
Dengan penerangan hanya mengandalkan petromak dan obor minyak tanah di sekeliling tobong membuat Perang Bharatayudha nampak begitu megah dan mencekam, apalagi saat kematian Gatotkaca oleh panah milik Karna dan terbunuhnya Dursasana oleh Kuku Pancanaka senjata sakti milik Bima sampai munculnya Parikesit; ksatria terakhir yang menurunkan raja-raja agung tanah Jawa.

Dari melihat wayang saat kecil itulah yang mengantarkan saya untuk membuka buku-buku kuno milik perpustakaan Mangkunegaran dan selalu menyempatkan diri saat luang untuk melihat pasir Laut Selatan di halaman Keraton Solo pada waktu saya kuliah.

Hikayat Sang Ksatria


GATOTKACA

Putra pilihan para Dewa
Memiliki kekuatan pada raganya
Terolah oleh panasnya kawah Candradimuka
Punggung menjadi pusat kekuatan, perut menjadi kelemahan utama
Melesak ke perut bumi dan membumbung ke angkasa
Menjadi garda terdepan kelima Pandhawa
Menjadikan setiap jengkal jagat raya adalah tempatnya
Pulang dengan membusung dada
Bersimpuh dihadapan Arimbi sang ibunda
Tunduk hormat pada sang Bima
Mencium sayang sang Dewi Pergiwa

membuka simpul

Guratan hidup yang telah menjadi jalan seseorang semua telah tertulis dan tergariskan, sejak masih dalam rahim seorang Ibu- yang ditiupkan bahkan saat orang itu belum mengenal akal dan nurani yang dimilikinya.
Rezeki, jodoh dan kematian adalah contoh garis manusia yang terfirmankan oleh TuhanNya.
Begitu menginjak dunia segala macam keilmuan, pendengaran dan nilai-niai mulai menambah wawasan dan akal pikiran yang memperkaya hidup seseorang, bahkan juga bisa merusak dan memperkeruh struktur hati dan kehalusan budi.

Seutas benang yang dulunya lurus dan putih mulai terkena noda disana-sini ataupun juga membentuk suatu simpul-simpul kusut yang begitu susah terurai.
Perlu sebuah pengetahuan lagi untuk membuka simpul kusut itu, agar mengetahui siapakah dirinya, mau kemanakah jalannya, untuk membuatnya lebih baik dari sebelumnya.