Tuesday, September 01, 2009


Tanpa nakhoda yang handal, kapal besar itu terus menerjang gugusan karang yang terjal dan tajam di sisi-sisinya. Tanpa peduli akan badai yang kali ini datang begitu besar, Khalid terus saja mengatur kemudi kapal tanpa pernah ada sedikitpun menyerah pada alam, dia harus segera menuju pulau itu sekarang juga. Sumpahnya pada sang kalifah harus dilakukannya, tidak ada kata menunggu. Inilah kesempatannya untuk membuktikan tentang kesetiaannya pada agama, pada Tuhannya, dan pada teman-temannya.

Inilah malam yang dia tunggu, saat badai saat bulan kelihatan hanya separuh, dan saat bintang membujur diantara langit hitam, saat ufuk belumlah berwarna. Malam ini dia bersumpah akan mempersembahkan hidupnya pada keberanian. Tekadnya telah bulat, tak ada lagi sedikitpun rasa ragu.

Dilihatnya ratusan prajuritnya telah bersiap dengan pedang di tangan, rautnya menampakan kerelaan, saat ini tak ada lagi kata mundur. Lebih baik mati dalam keharuman atau selamanya merana dalam kehinaan.

Angin yang dari tadi terasa kelam kini berubah menjadi kencang, seolah mengamini sang Panglima yang kini berdiri gagah di geladak tanpa sedikitpun menengok ke belakang, matanya hanya tertuju pada satu titik, gugusan pantai yang sebentar lagi di jejaki. Angin itu menghembuskan tenaga pada layar yang membuat kapal itu melaju dengan kencang.

Saat daratan dilihatnya semakin dekat, Khalid menundukan kepalanya, menengadahkan tangannya untuk berdoa, berserah diri pada sang pencipta nyawa.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home