Saturday, July 12, 2008

Di balik batu Borobudur-2

Anura tampak mengendap-endap, masih dengan baskom air ditangannya dia menunduk diantara bebatuan yang masih berbentuk bongkahan besar batu kali yang teronggok berserakan di tanah lapang.
Penuh sabar dia mencari setiap celah yang ditemui berharap menemukan saat lengahnya penjaga sehingga dia punya kesempatan untuk bisa melarikan diri dari siksaan yang dia terima satu tahun belakangan ini. Anura menghela nafas dalam-dalam ketika dilihatnya sepasang penjaga tiba-tiba lewat di depannya, reflek dia langsung menunduk dan menyelipkan dirinya diantara batu-batu besar.
Menit berlalu, akhirnya 2 penjaga itu lewat begitu saja tanpa menaruh curiga sedikitpun. Anura kembali mengumpulkan semangatnya yang tadi sempat menciut, bergegas dia menyelinap diantara bebatuan, tujuannya adalah jalanan kecil ditengah yang menghubungkan pulau kecil di tengah danau ini dengan hamparan tanah di seberangnya.
Tapi dia mengurungkan niatnya, ternyata jalan kecil itu penuh dengan penjaga yang berbaris dengan siap siaga. Kini tak ada jalan lain lagi, Anura mau tak mau harus menyeberangi danau di depannya. Tiba-tiba teriakan para penjaga mengagetkan dirinya, dan tanpa berpikir panjang diapun terjun ke danau itu dan berenang secepat mungkin, beberapa prajurit juga langsung terjun dan mengejarnya.
Kekuatan perempuan yang dimiliki Anura tampaknya memang tak bisa menandingi keperkasaan lelaki penjaga disitu. Tenaganya tak seberapa untuk melawan, Anura pun tertangkap tanpa ada perlawanan yang berarti.
Anura diseret bagai binatang yang tanpa daya, tubuhnya dihempas di tanah untuk tontonan orang-orang. Dia tak lagi berdaya bahkan untuk berteriak kesakitan, saat cambuk para penjaga mengoyak tubuh perempuannya. Para pekerja yang berada disitu hanya bisa tertegun dan menatap tanpa ada keberanian sama sekali, tak ada satupun yang mau menjadi pahlawan, lelaki dan perempuan seperti tak punya nyali, semua terdiam karena ketakutan mereka sendiri.
Anura tergeletak di tengah lapangan, tubuhnya nyaris telanjang karena baju sederhananya terkoyak-koyak tak berbentuk. Wajah cantik yang dia miliki seolah tersamarkan oleh darah segar dan debu, matanya nanar seolah tak ada lagi harapan untuk bisa hidup lebih lama lagi. Tiba-tiba bayangan-bayangan dalam mimpinya semalam kembali datang, seolah memberikan semangat baru pada dirinya, dengan tertatih dia mencoba bangkit tak mempedulikan sakit di tubuhnya. Anura berjalan di antara para pekerja lain yang hanya bisa memandangnya dengan iba, tujuannya adalah danau besar yang mengelilingi pulau ini, membasuh wajah dan tubuhnya dengan segarnya air danau.

Anura melupakan semua siksaan tadi, seolah tidak pernah terjadi apa-apa dia mengambil baskom dan mengisinya dengan air danau, dia mulai bekerja lagi. Mengisi gentong besar di pusat lapangan, memastikan airnya tak akan pernah habis karena gentong ini adalah sumber dari ratusan selang-selang yang mengalirkan air untuk membantu memecahkan batu-batu besar yang jumlahnya tak terhingga. Entah berapa kali dia harus mondar-mandir mengisi dengan baskomnya, ini tetap dia lakukan karena dia percaya pada mimpinya semalam tentang penyelamat yang akan datang sebentar lagi, ksatria yang akan mengubah sejarah. Mengembalikan mimpi dan harapan semua orang. Mengangkat kembali ajaran sang Budha pada puncak tertinggi. Dia sangat percaya bahwa penderitaan akan hilang, dan monumen maha agung ini akan menjadi legenda yang tak akan pernah hilang sampai kapanpun.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home