Di balik batu Borobudur-1
Seperti diburu oleh sesuatu, Gatya berlari dengan sangat kencang menerobos rerimbunan rumput di depannya. Dia bahkan tak peduli lagi pada ternak gembalaanya yang berlarian tak karuan karena terkagetkan oleh tingkahnya, tujuannya hanya satu yaitu secepat mungkin sampai di desanya. Tetapi entah kenapa dia merasa kali ini jalan yang dia tempuh sangatlah jauh padahal sudah ratusan kali dia melewati jalanan ini untuk menggembalakan ternaknya.
Sungai Elo sudah berhasil dia seberangi, artinya hanya tinggal melewati pekuburan di depannya maka akan sampailah dia di desanya. Pikirannya tak karuan, dia ingin segera memperingatkan penduduk desa akan bahaya yang datang. Bahaya besar yang dia lihat saat menggembalakan ternaknya di
Dengan langkah perlahan dia menyelinap diantara pepohonan yang mengelilingi desanya, peristiwa menyedihkan terjadi di depannya. Desa yang merupakan tanah tempat tinggalnya selama 18 tahun kini tak berbentuk lagi, deretan rumah yang terbuat dari jerami sederhana habis dilalap api dengan asap yang menyeramkan. Puluhan mayat orang tua dan anak kecil yang sangat dia kenal bergelimpangan di sudut-sudut jalan, tak dilihatnya teman-temannya, desa kecil ini kini tak lagi bertuan.
Gatya menangis, mulutnya berteriak dengan kencang, dia sangat menyesali keterlambatannya sehingga kini dia sendirian seperti ini. Dengan penuh kesedihan dia menuju rumahnya. Seperti rumah lainnya, rumahnya hanya bersisa bekas-bekas terbakarnya jerami. Tak ada satupun keluarganya dia temukan, di pojok rumah dilihatnya tubuh kakeknya tergeletak dengan mengenaskan, tampak luka robek akibat tombak terbekas di tubuhnya.
Gatya menggeram, matanya tajam. Hanya ada dendam disitu.
Dari atas bukit Gatya hanya mampu melihat dari kejauhan. Tangannya erat menggenggam tombak panjang pemberian ayahnya yang bahkan tak dia kenali wajahnya.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home